• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA PADA NOVEL NIJUUSHI NO HITOMI KARYA SAKAE TSUBOI KAJIAN PSIKOANALISIS 壺井栄「二十四の瞳」における主人公の内なる葛藤である 精神分析研究 - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA PADA NOVEL NIJUUSHI NO HITOMI KARYA SAKAE TSUBOI KAJIAN PSIKOANALISIS 壺井栄「二十四の瞳」における主人公の内なる葛藤である 精神分析研究 - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

58

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA PADA NOVEL NIJUUSHI NO HITOMI KARYA SAKAE TSUBOI

KAJIAN PSIKOANALISIS

壺井栄 十四 瞳 主人 内 葛藤 あ

精神 析 究

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Ujian Sarjana

Program Strata 1 dalam Ilmu Sastra Jepang

Oleh :

Annisa Julia Mukminin 13050113130071

(2)

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

2017

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA PADA NOVEL NIJUUSHI NO HITOMI KARYA SAKAE TSUBOI

KAJIAN PSIKOANALISIS

栄壺井 十四 瞳 主人 内 葛藤 あ

精神 析 究

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Ujian Sarjana Program Strata 1 dalam Ilmu Sastra Jepang

Oleh :

Annisa Julia Mukminin NIM 13050113130071

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO

(3)

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan sebenarnya, penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun tanpa mengambil bahan hasil penelitian baik untuk memperoleh suatu gelar sarjana atau diploma yang sudah ada di Universitas lain maupun hasil penelitian lainnya. Penulis juga menyatakan bahwa skripsi ini tidak mengambil bahan dari publikasi atau tulisan orang lain kecuali yang sudah disebutkan dalam rujukan dan dalam daftar Pustaka. Penulis bersedia menerima sanksi jika terbukti melakukan plagiasi / penjiplakan

Semarang , 7 September 2017

Penulis,

(4)

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul “Konflik Batin Tokoh Utama Pada Novel Nijuushi No Hitomi Karya Sakae Tsuboi Kajian Psikoanalisis” ini telah disetujui oleh dosen

pembimbing untuk diajukan kepada Tim Penguji Skripsi pada :

hari : Kamis

tanggal : 7 September 2017

Disetujui oleh :

Dosen Pembimbing

(5)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul “ Konflik Batin Tokoh Utama Pada Novel Nijuushi no Hitomi Karya Sakae Tsuboi Kajian Psikoanalisis” ini telah diterima dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi Program Strata-1 Jurusan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro. Pada tanggal : 7 September 2017

Ketua

Nur Hastuti, S.S., M.Hum. ... NIK 198104010115012025

Anggota I,

Fajria Noviana, S.S., M.Hum. ... NIP 197301072014092001

Anggota II,

Dewi Saraswati Sakariah, S.S., M.Si. ... NIK 199004020115092090

Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro

(6)

MOTTO

Buatlah kesempatanmu! Hidup adalah sebuah

kesempatan. Seseorang yang melaju paling jauh pada

umumnya adalah dia yang ingin dan berani melakukan

sesuatu

(7)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini didekasikan untuk orang-orang yang tidak letih dan tidak pamrih memberikan bantuan, semangat, doa serta kasih sayang kepada penulis yaitu pada: 1. Ibu dan ayah yang selalu mendukung melalui doa serta kasih sayangnya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Mbah putri, mbah kakung, dan buyut yang tidak pernah berhenti mendoakan dan memberi dukungan kepada saya sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Nur Hastuti, S.S., M.Hum selaku Dosen Pembimbing dalam penulisan skripsi ini. Terima Kasih atas bimbingan, nasehat, doa, waktu serta motivasi yang selalu Sensei berikan kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga senantiasa Sensei diberikan rezeki, kesehatan, dan umur panjang.

4. Sensei-gata S1 Sastra Jepang. Eliz Sensei, Nur Sensei, Zaki Sensei, Lina Sensei, Budi Sensei, Reny Sensei, Yuli Sensei, Rani Sensei, Novi Sensei, Utami Sensei, Astuti Sensei, Arsi Sensei dan Saras Sensei. Terima kasih atas ilmu yang diberikan selama ini. Semoga kebaikan dan kesabaran -sensei-gata mendapatkan pahala dari Allah awt.

5. Utami Sensei selaku Dosen Wali penulis. Terima kasih atas motivasinya, Sensei.

(8)

7. Teman-teman Padang Angek yaitu Velly, Maul, Ajo, Naufal, Budi, Aldo, Gaek, Hari, Prima, Yuni, Wulan, dan Mora yang selalu memberikan keceriaan disetiap kali bertemu, dan mengobati rindu saya akan kampung halaman.

8. Sahabat tercinta seperjuangan di Sastra Jepang Tata, Vega, Nadya, Ayu, Rara, Magda, Dian, Marisa, Peni dan Rahma dan seluruh teman-teman sastra Jepang angkatan 2013, terima kasih atas doa, dukungan, saran, nasehat dan bantuannya selama ini. Walaupun kita bukan keluarga sedarah, tetapi kebersamaan kita bagaikan keluarga dekat yang tidak akan tergantingkan.

9. Teman-teman Pejuang Skripsi Bimbingan Nur Sensei. Afinda, Alda, Jaja, Andi, Atin, Lia, Rosel, Mayang, Dhanur, Hani, Lisoh, Nurul, Wawan, Vega, Shara, dan Untsa. Semangat teman-teman, sukses buat kita semua.

10.Teman-teman Kost 116, yaitu Tesa, Dian, Ichata, Yuni, dan Puty, yang tidak bosan-bosannya bertemu setiap harinya selama 4 tahun saya kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas canda, tawa, maupun duka yang kalian bagi, sukses untuk kita semua.

(9)

12.Teman-teman Pengurus Inti Himawari periode 2014/2015 Kak Nisfah, Kak Silvi, Kak Suzan, Kak Aini, dan Finza, serta seluruh Pengurus Himawari periode 2014/2015. Terima kasih atas kerja samanya. Semoga pengalaman berorganisasinya dapat bermanfaat untuk masa depan.

(10)

PRAKATA

Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan limpahan nikmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penyelesaian skripsi ini tidak luput dari kemudahan dan bantuan berbagai pihak. Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Redyanto Noor, M.Hum selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya.

2. Elizabeth Ika Hesti ANR, S.S., M.Hum. selaku Ketua Program Studi S1 Sastra Jepang.

3. Nur Hastuti, S.S., M.Hum. selaku dosen pembimbing penulis. 4. S. I. Trahutami, S.S., M.Hum. selaku Dosen Wali penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih ada kekurangannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna perbaikan pada waktu yang akan datang.

Semarang, 7 September 2017 Penulis,

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

PRAKATA ... ix

DAFTAR ISI ... x

INTISARI ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang dan Permasalahan ... 1

1.1.1 Latar Belakang ... 1

1.1.2 Permasalahan ... 4

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

1.4 Metode Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

1.6 Sistematika Penulisan ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI ... 9

2.1 Tinjauan Pustaka ... 9

2.2 Biografi Singkat Pengarang ... 12

2.3 Kerangka Teori ... 13

(12)

2.3.1.1 Tokoh Utama ... 14

2.3.2.1 Struktur Kepribadian Sigmund Freud (id, ego,superego) . 20

2.3.2.2 Mekanisme Pertahanan dan Rasa Bersalah ... 23

BAB III KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL NIJUUSHI NO HTOMI ... 26

3.1 Karakterisasi Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan pada Novel Nijuushi no Hitomi ... 26

3.1.1 Tokoh Utama ... 26

3.1.2 Tokoh Tambahan ... 34

3.3 Konflik Batin yang dialami Oishi Sensei ... 44

a. Konflik Batin Oishi Sensei dengan Muridnya yang meliputi id, ego, dan superego ... 44

b. Konflik Batin Oishi Sensei dengan Warga Desa Teluk Seto yang meliputi id, ego, dan superego ... 49

c. Konflik Batin Oishi Sensei dengan Anak Kandungnya Daikichi yang meliputi id, ego, dan superego ... 51

3.4 Kepribadian Tokoh Utama ... 55

3.5 Solusi yang dilakukan Oishi Sensei dalam Menghadapi Konflik Batin 56

(13)

INTISARI

Annisa Julia Mukminin. 2017. “Konflik Batin Tokoh Utama pada Novel Nijuushi no Hitomi Karya Sakae Tsuboi Kajian Psikoanalisis”. Skripsi Program Studi Sastra Jepang, Universitas Diponegoro. Pembimbing Nur Hastuti, S.S, M.Hum.

Penelitian ini menggunakan objek kajian berupa novel dengan judul Nijuushi no Hitomi. Penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan untuk memperoleh data yang menunjang penelitian. Teori yang menunjang penelitian ini adalah pendekatan teknik karakterisasi dan teori psikoanalisis yang membahas tentang struktur kepribadian manusia yang diungkapkan oleh Sigmund Freud.

Skripsi ini membahas mengenai konflik batin yang dialami oleh tokoh Oishi Sensei dalam novel Nijuushi no Hitomi dan bagaimana cara mengatasi. Ditemukan hasilnya bahwa, kepribadian Oishi Sensei dipengaruhi oleh superego, ia juga memiliki kepribadian yang melankolis dan mudah tersentuh, juga tulus dan penuh kasih sayang. Sedangkan, konflik batin yang dialami Oishi Sensei ada tiga hal yaitu, konflik batin Oishi Sensei dengan muridnya, konflik batin Oishi Sensei dengan warga desa teluk Seto, dan konflik Oishi Sensei dengan putranya Daikichi. Cara untuk mengatasi konflik yang dialami Oishi Sensei melakukan mekanisme pertahanan ego untuk mengurangi rasa cemas yang ditimbulkan oleh superego yang berlebihan.

(14)

ABSTRACT

Annisa Julia Mukminin. 2017. “ Inner Conflict of the Main Character in the novel Nijuushi no Hitomi by Sakae Tsuboi Psychoanalysis Study”. A thesis of Japanese Department, Diponegoro University. Advisor: Nur Hastuti, S.S., M.Hum. The object of this study is a novel entitled Nijuushi no Hitomi. The method of data collection is library research. This study uses theory of characterization approach and psychoanalysis. Psychoanalysis is Sigmund Freud’s theory that discusses human personality structure.

This thesis discusses internal conflict of Oishi Sensei in novel Nijuushi no Hitomi and the solving. The result of this study reveals there are Oishi Sensei's personality is influenced by superego, she also has a melancholy and touchable personality, also sincere and affectionate. Meanwhile, there are three internal conflicts of Oishi Sensei consisting Oishi Sensei inner conflict with her students, Oishi Sensei inner conflict with villagers, and Oishi Sensei inner conflict with her son Daikichi. Oishi Sensei solved her conflicts with ego defense mechanism. The defense aimed to reduce anxiety caused by excessive superego.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang

Selama ini dikenal istilah-istilah sajak, cerpen, novel, roman, dan lain-lain yang disebut sebagai karya sastra. Telah diketahui bahwa karya sastra merupakan ciptaan manusia (pengarang), dengan atau tanpa nama eksplisit. Juga diketahui bahwa karya sastra merupakan karya seni yang menggunakan bahasa sebagai unsur medianya ( Noor, Redyanto, 2009;4 ).

Karya sastra sebagai seni bersifat kreatif, artinya sebagai ciptaan manusia yang berupa bahasa yang bersifat estetik (dalam arti seni), hasilnya berupa karya sastra dalam teks naratif yaitu prosa dan puisi. Hasil karya sastra sendiri yaitu prosa dikatakan bersifat naratif (bercerita). Bentuk prosa dalam sastra modern dikenal dengan istilah cerita rekaan (cerkan). Macam-macam cerita rekaan dalam sastra modern antara lain novel, cerita pendek (cerpen), dan novela (cerita pendek yang panjang) (Noor, Redyanto, 2009: 26).

(16)

yang mengisahkan sisi utuh atas problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh. Bisa terlihat bahwa novel menceritakan secara utuh kehidupan seorang tokoh, yaitu suatu kehidupan luar biasa sepanjang hidupnya yang menimbulkan konflik kemudian menjurus pada perubahan nasib sang tokoh (Kosasih, 2003: 250).

Penulis memilih Novel Nijuushi no Hitomi karena novel ini memiliki alur cerita yang bagus dan banyak nilai-nilai kehidupan yang bisa dipelajari dari novel Best-seller karya Sakae Tsuboi ini. Novel ini bercerita tentang kehidupan dan pengalaman seorang guru bernama Hisako Oishi dan dua belas muridnya yang kebanyakan berasal dari keluarga miskin di sebuah desa nelayan di Teluk Seto, Shoodoshima, Jepang. Oishi Sensei begitu anak-anak memanggilnya merupakan guru baru yang ditugaskan di sekolah cabang di pinggir laut Seto untuk menggantikan Kobayashi Sensei yang akan segera menikah. Kedatangan guru baru itu sangat dinanti-nantikan oleh keduabelas murid dan juga penduduk desa. Sampai akhirnya Oishi Sensei datang dan menetap di desa pohon pinus yang berjarak 8 Km dari desa teluk Seto tempat ia mengajar.

(17)

Di sana dia belajar memahami kehidupan sederhana dan kasih sayang yang ditunjukkan murid-muridnya. Sementara waktu berlalu, tahun-tahun yang bagai impian itu disapu kenyataan hidup yang sangat memilukan. Perang memorak-porandakan semuanya, dan Oishi Sensei beserta keduabelas muridnya mesti belajar menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.

Penulis melihat bahwa cerita dalam novel Nijuushi no Hitomi dilatarbelakangi oleh usaha Oishi Sensei dan keduabelas muridnya mengikuti perubahan zaman akibat perang yang begitu kejam, merubah segala sisi kehidupan mereka. Banyak konflik batin yang dialami tokoh utama yaitu Oishi Sensei baik masa sebelum perang, masa peperangan hingga perang berakhir. Salah satunya konflik batin ketika ia dicemooh oleh warga desa dan muridnya karena menggunakan pakaian yang dianggap terlalu modern dan menggunakan sepeda ke sekolah. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk mengkaji konflik batin apa saja yang dialami oleh Oishi Sensei dalam novel Nijuushi no Hitomi.

(18)

Oleh sebab itu penulis akan mengkaji konflik batin yang dialami tokoh utama dengan menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud. Psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud menekankan bahwa manusia memiliki alam sadar dan tidak sadar. Dalam mencoba memahami sistem kepribadian manusia, Freud membangun model kepribadian yang saling berhubungan dan menimbulkan ketegangan satu sama lain. Konflik dasar dari ketiga struktur kepribadian tersebut menciptakan energi psikis individu. Ketiga struktur kepribadian tersebut adalah id, ego, dan superego (Budirahardjo,1997:20-21).

1.1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka penulis mengambil suatu rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana karakterisasi tokoh utama dan tambahan pada novel Nijuushi no Hitomi karya Sakae Tsuboi ?

2. Apa saja konflik batin yang dialami oleh tokoh utama, bagaimana kepribadian tokoh utama, dan solusi yang dilakukan dalam menghadapi konflik batin ?

1.2Tujuan Penelitian

(19)

1.3Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang penulis lakukan merupakan penelitian kepustakaan atau library research, karena data yang diperoleh melalui sumber-sumber tertulis yang terkait dengan objek penelitian. Penelitian hanya memfokuskan pada novel Nijuushi no Hitomi karya Sakae Tsuboi terbitan

Koichi Kato Jepang pada tahun 2007. Dalam novel tersebut diceritakan kehidupan tokoh utama yaitu Oishi Sensei beserta tokoh tambahan yang mempengaruhi jalannya cerita yaitu Ibu Oishi Sensei, putra sulung Oishi Sensei yang bernama Daikichi, serta kedua belas orang murid Oishi Sensei yaitu terdiri dari tujuh murid perempuan (Kotsuru, Masuno, Kotoe, Matsue, Fujiko, Misako, Sanae, Nita) dan juga lima murid laki-laki (Nita, Isokichi, Tadashi, Takeichi, dan Kichiji). Objek yang dikaji terbatas pada konflik batin tokoh utama, yaitu konflik batin Oishi Sensei.

1.4Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam menganalisis novel Nijuushi no Hitomi, menggunakan teori pendekatan karakterisasi tokoh dan teori psikoanalisis dari Sigmund Freud untuk menganalisis konflik batin pada tokoh Oishi Sensei. Teori ini dipilih karena teori ini cocok untuk meneliti konflik batin dan juga karakter-karakter tokoh yang ada pada novel Nijuushi no Hitomi. Metode penulisan skripsi ini meliputi tiga tahapan, sebagai berikut :

(20)

karya Sakae Tsuboi. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode pustaka melalui teknik simak baca, yaitu dengan cara membaca intensif, baca ulang, kemudian mengklarifikasi data dan memahami.

(2) Metode analisis data, pada bagian analisis data penulis menggunakan deskriptif analisis, yaitu metode yang menguraikan semua hasil analisis yang ditemukan pada objek formal penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori pendekatan psikoanalisis, karena objek material yang akan diteliti berkaitan dengan konflik batin pada tokoh. Sehingga psikoanalisis akan digunakan untuk menganalisis kejiwaan tokoh. Kemudian untuk menganalisis struktur pada cerita menggunakan strukturalisme dengan teori pendekatan karakterisasi tokoh untuk menjelaskan unsur penokohan yang ada pada novel Nijuushi no Hitomi.

(21)

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoretis maupun praktis. Secara teoretis memberikan sumbangan pengetahuan khususnya dunia sastra Jepang, yaitu pemahaman unsur pembangun prosa yang berhubungan dengan aspek psikologi dalam novel Nijuushi No Hitomi karya Sakae Tsuboi. Secara praktis penelitian ini dapat mempermudah pembaca dalam memahami psikologis tokoh utama Oishi Sensei dalam novel Nijuushi No Hitomi karya Sakae Tsuboi. Pembaca dalam bidang kesusastraan mendapat wawasan dari segi psikoanalisis.

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bab 1 pendahuluan, bab ini memberikan gambaran secara umum tentang penelitian, yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, metode penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

(22)

Bab 3 analisis, memaparkan pembahasan penelitian yaitu karakterisasi tokoh utama dan tokoh tambahan yang mempengaruhi cerita, mengetahui konflik batin tokoh utama, kepribadian tokoh utama dan solusi yang dilakukan tokoh utama dalam menghadapi konflik batin yang dialami.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

Bab ini berisi tentang tinjauan pustaka dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian. Tinjauan pustaka dilengkapi dengan analisis persamaan dan perbedaan penelitian-penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan untuk mengetahui kebaruan penelitian yang akan dilakukan. Selain itu, pada bab ini juga dipaparkan mengenai biografi singkat pengarang novel Nijuushi no Hitomi, serta landasan teori yang akan digunakan dalam penelitian ini. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori karakterisasi tokoh, teori psikoanalisis, teori struktur kepribadian Sigmund Freud, dan teori mekanisme pertahanan dan rasa bersalah.

2.1. Tinjauan Pustaka

(24)

Jepang pada masa itu dampak dari pendidikan militer. Penelitian ini menggunakan teori pendekatan sosiologi pendidikan bertujuan untuk mengetahui gambaran sistem pendidikan pada zaman Shouwa serta dampaknya terhadap anak-anak pada novel Nijuushi no Hitomi. Persamaan penelitian Agustine dengan penelitian penulis yaitu pada objek penelitian yang digunakan yaitu novel Nijuushi no Hitomi. Perbedaan penelitian Agustine dengan penelitian penulis yaitu adalah teori yang digunakan, jika Agustine meneliti tentang sistem pendidikan, maka penulis meneliti konflik batin pada tokoh utama dalam novel Nijuushi no Hitomi.

Penelitian lainnya yaitu skripsi milik Muhammad Deden Purnama, Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Indonesia (2015), dengan judul Laskar Pelangi dan Dua Belas Pasang Mata (Nijuushi No Hitomi) Suatu Tinjauan Sastra Bandingan. Dalam penelitiannya Deden memfokuskan pada perbandingan antara novel Laskar Pelangi dengan novel Nijushi No Hitomi, dengan menggunakan teori perbandingan. Persamaan penelitian Deden dengan penelitian penulis yaitu pada objek penelitian yang digunakan yaitu novel Nijuushi no Hitomi. Perbedaan penelitian Deden dengan penelitian penulis yaitu adalah teori yang digunakan, jika meneliti tentang perbandingan novel Laskar Pelangi dengan novel Nijuushi no Hitomi, maka penulis meneliti konflik batin pada tokoh utama dalam novel Nijuushi no Hitomi.

(25)

menggunakan metode psikoanalisis untuk menganalisis konflik batin pada tokoh utama yaitu Putri Kaguya, meliputi konflik internal dan eksternal yang dialami Putri Kaguya. Konflik internal atau konflik batin diantaranya adalah konflik saat sang ayah memaksa Putri Kaguya menikah dengan pria bangsawan, sedangkan konflik eksternal terjadi karena adanya doktrinasi dan aturan adat yang sebenarnya tak diinginkan oleh Putri Kaguya. Menjelaskan bahwa sebagian besar kepribadian yang dimiliki tokoh Putri Kaguya dipengaruhi oleh superego. Persamaan penelitian Nur Rochmah dengan penelitian penulis yaitu pada teori penelitian yang digunakan yaitu teori konflik batin Sigmund Freud. Perbedaan penelitian Nur Rochmah dengan penelitian penulis yaitu adalah objek penelitian, Nur Rochmah meneliti anime, sedangkan penulis meneliti objek kajian berupa novel.

Kemudian teori psikoanalisis Sigmund Freud juga pernah digunakan pada penelitian Setiane Mutia Nisa, seorang mahasiswi jurusan Sastra Jepang, Universitas Dian Nuswantoro (2014). Setiane menulis skripsi yang berjudul

Konflik Batin Tokoh Utama Pada Film “Okuribito” Karya Yojiro Takita. Dalam

(26)

Berdasarkan penjelasan di atas, jelas terlihat bahwa objek penelitian novel Nijushi no Hitomi dengan penggunaan analisis psikologi yang akan dilakukan pada tokoh utama Oishi Sensei untuk mengetahui konflik batin, sejauh pengamatan penulis belum pernah dilakukan.

2.2. Biografi Singkat Pengarang

Novel Nijuushi no Hitomi (Dua Belas Pasang Mata) merupakan sebuah karya sastra novel Sakae Tsuboi yaitu seorang sastrawan asal Jepang yang lahir pada tanggal 5 Agustus 1899 di Desa Sakate, Shoodoshima, Prefektur Kagawa Jepang. Ia adalah anak dari seorang pembuat kecap Tokichi Iwai. Pada tahun 1925, saat berusia 26 tahun, Tsuboi menikah dengan Shigeji Tsuboi, sastrawan dan penyair terkenal Jepang.

Sakae Tsuboi memulai debutnya sebagai pengarang melalui karyanya yang berjudul Daikon no Hana yang dipublikasikan pada tahun 1938. Setelah itu Sakae Tsuboi banyak menghasilkan karya lain seperti Aki no Ki Aru Ie, Haha no Nai Ko To Ko, dan lain sebagainya. Sakae Tsuboi meraih kesuksesan besar pada tahun 1952, ketika karyanya yang berjudul Nijuushi no Hitomi menjadi Best-seller di Jepang, bahkan difilmkan pada tahun 1954 dengan judul yang sama. Sakae Tsuboi meraih banyak penghargaan antara lain dinobatkan sebagai warga kehormatan di kota Uchinomi Kagawa, hadiah seni dari kementrian pendidikan Jepang, dan sederet penghargaan lainnya.

(27)

Tsuboi Prize oleh pemerintah Prefektur Kagawa pada tahun 1979 untuk menghormati kontribusi serta karya-karyanya.

2.3. Kerangka Teori

Dalam penelitian karya sastra berupa novel, tidak akan lepas dari unsur pembangun cerita. Unsur-unsur pembangun cerita di antaranya adalah tema, latar, tokoh, amanat, dan lain-lain. Dari beberapa unsur pembangun cerita salah satu unsur penting yaitu tokoh dan penokohan pada sebuah karya sastra. Pengarang akan menggambarkan bagaimana karakter yang melekat pada setiap tokoh sebagai pelaku atau pemeran untuk menghidupkan jalannya cerita yang ditulisnya. Melalui peranan tokoh-tokoh pada setiap cerita biasanya mampu menimbulkan konflik diantara tokoh yang lainnya maupun konflik pada diri tokoh itu sendiri, sehingga membuat cerita bisa mencapai titik klimaks dan alur cerita menjadi lebih menarik.

Pada penelitian novel Nijuushi no Hitomi, penulis menggunakan metode karakterisasi tokoh yang ada dalam buku Minderop yang berjudul Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Dari tokoh utama dengan tokoh bawahan yang ada dalam cerita akan dianalisis menggunakan metode karakterisasi telling dan showing, untuk mengetahui lebih dalam tentang perwatakan tokoh dan hubungan antar tokoh lainnya.

(28)

analisisnya memerlukan psikologi sebagai ilmu bantu. Pada penelitian ini akan digunakan teori psikoanalisis yang diungkapkan oleh Sigmund Freud, yang membahas tentang kejiwaan tokoh yang meliputi id, ego dan superego. Penjelasan lebih lanjutnya teori akan dipaparkan dibawah ini.

2.3.1. Klasifikasi Tokoh

Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga

peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita (Aminuddin dalam Nurgiyantoro,

2009:79). Tokoh cerita menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2009:165) adalah

orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca

ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang

diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dapat

dikatakan bahwa tokoh adalah individu rekaan pada sebuah cerita sebagai pelaku

yang mengalami peristiwa dalam cerita. Pembagian atau klasifikasi tokoh menurut

Nurgiyantoro terdiri dari :

2.3.1.1. Tokoh Utama

(29)

2.3.1.2.Tokoh Tambahan

Tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak begitu sering muncul dalam sebuah cerita. Namun kehadiran tokoh tambahan ikut mempengaruhi jalannya cerita dan juga mempengaruhi konflik yang dialami tokoh utama (Nurgiyantoro, 2009: 177). Pada novel Nijuushi no Hitomi tokoh tambahan meliputi ibu Oishi Sensei, putra sulung Oishi Sensei yang bernama Daikich, serta kedua belas murid Oishi Sensei. Tokoh-tokoh tersebut tidak selalu muncul di awal hingga akhir cerita, namun kehadirannya ikut mempengaruhi jalannya cerita dan mempengaruhi konflik batin yang dialami tokoh utama Oishi Sensei.

2.3.2. Metode Karakterisasi Tokoh

Karakterisasi berarti pemeranan, pelukisan watak. Metode karakterisasi dalam telaah karya sastra adalah metode melukiskan watak para tokoh yang terdapat dalam suatu karya fiksi (Minderop, 2011:2). Sebab itu karakterisasi tokoh pada sebuah karya fiksi sangat penting untuk mengungkapkan karakter tokoh bawaan, sehingga nantinya bisa diketahui hubungan antar tokohnya. Metode karakterisasi tokoh dibagi menjadi dua, yaitu metode langsung (telling) dan metode tidak langsung (showing). Penjelasannya sebagai berikut :

2.3.2.1. Metode Langsung (Telling)

(30)

gambaran karakteristik tokoh yang ada pada cerita. Metode langsung mencakup karakteristik melalui penggunaan nama tokoh, penampilan tokoh, dan karakter melalui penggunaan nama tokoh, penampilan tokoh, dan karakter melalui tuturan pengarang.

1. Karakterisasi melalui penggunaan nama tokoh

Nama seorang tokoh kerap kali mempunyai makna tersendiri sebelum akhirnya pengarang sebuah karya sastra menjadikannya seorang pemeran tokoh pada ceritanya. Karena nama bisa mewakili karakter yang akan melekat pada diri si tokoh tersebut, misalnya nama Hisako Oishi yang menjadi tokoh utama pada novel Nijuushi no Hitomi. Dari kata ‘Hisako’ memiliki arti anak yang berumur panjang, sementara arti nama ‘Oishi’

memiliki arti batu yang besar, maka penggambaran tokoh tersebut adalah anak yang berumur panjang dan memiliki tubuh yang besar dan juga kuat seperti batu.

2. Karakterisasi melalui penampilan tokoh

Adalah menganalisis karakter tokoh dengan cara mengamati penampilan tokoh, mulai dari pakaian yang dikenakan, atau bagaimana ekspresi mimik wajahnya.

(31)

atau kesehatan dan tingkat kesejahteraan tokoh. Dari pelukisan ini tampak apakah si tokoh merupakan sosok yang kuat, terkadang lemah, relatif bahagia, tenang, atau kadang kala kasar.

3. Karakterisasi melalui tuturan pengarang

Metode ini memberikan tempat yang luas dan bebas terhadap pengarang atau narator dalam menentukan kisah-kisahnya. Pengarang berkomentar tentang watak dan kepribadian para tokoh hingga menembus ke dalam pikiran, perasaan dan gejolak batin sang tokoh (Minderop, 2011:15).

Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa pengarang akan terus-menerus mengawasi karakterisasi tokoh, dan pembaca mencoba untuk membentuk persepsi pembaca tentang tokoh yang dikisahkannya.

2.3.2.2 Metode Tidak Langsung (Showing)

Metode showing (tidak langsung) memperlihatkan pengarang menempatkan diri di luar kisahan dengan memberikan kesempatan kepada para tokoh untuk menampilkan perwatakan mereka melalui dialog dan action (Pickering dan Hoeper melalui Minderop, 2011:6). Sehingga para tokoh dalam karya sastra dapat menampilkan diri secara langsung melalui tingkah laku mereka dan dialek ucapan para tokohnya. Dalam metode ini dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu karakterisasi melalui dialog, lokasi dan situasi percakapan, jatidiri tokoh yang dituju oleh penutur, kualitas mental para tokoh, nada suara, tekanan, dialek, dan kosa kata.

(32)

Karakterisasi melalui dialog terbagi atas : apa yang dikatakan penutur, jatidiri penutur, lokasi dan situasi percakapan, jatidiri tokoh yang yang dituju oleh penutur, kualitas mental para tokoh, nada suara, penekanan, dialek, dan kosa kata para tokoh (Minderop, 2011: 22-23).

2. Karakterisasi menurut lokasi dan situasi percakapan

Dalam kehidupan nyata, percakapan yang berlangsung secara pribadi dalam suatu kesempatan di malam hari biasanya lebih serius dan lebih jelas daripada percakapan yang terjadi di tempat umum pada siang hari. Bercakap-cakap di ruang duduk keluarga biasanya lebih signifikan daripada berbincang di jalan atau di teater (Minderop, 2011: 28). Demikianlah hal tersebut sangat mungkin terjadi pada cerita fiksi dan merupakan hal yang penting dalam pengisahan cerita.

3. Karakterisasi jatidiri tokoh yang dituju oleh penutur

Biasanya akan disampaikan oleh tokoh lainnya untuk menggambarkan karakter tokoh tertentu (Minderop, 2011:31). Maka dari situlah dapat diketahui karakter seorang tokoh yang dimaksudkan.

4. Kualitas mental para tokoh

(33)

menyembunyikan sesuatu (Pickering dan Hoeper dalam Minderop, 2011:33)

5. Karakterisasi melalui tindakan para tokoh

Menurut Pickering dan Hoeper (dalam Minderop, 2011: 38) menyatakan bahwa perbuatan dan tingkah laku secara logis merupakan pengembangan psikologi dan kepribadian, memperlihatkan bagaimana watak tokoh ditampilkan dalam perbuatannya.

Ekspresi wajah atau bahasa tubuh (gesture), dan motivasi yang melandasi tokh tersebut melakukan sesuatu. Seperti yang diungkapkan oleh Pickering dan Hoeper melalui Minderop (2011:42), bahwa ekspresi wajah para tokoh dapat diketahui dari tingkah laku samar-samar atau spontan atau tidak disadari seringkali dapat memberikan gambaran kepada pembaca tentang kondisi batin, gejolak jiwa, atau perasaan tokoh.

2.3.3. Psikoanalisis

(34)

Namun, dalam penelitian yang akan dilakukan kali ini penulis menggunakan teori psikoanalisis dari Sigmund Freud untuk meneliti lebih dalam tentang konflik batin pada tokoh utama. Psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud menekankan bahwa manusia memiliki alam sadar dan tidak sadar. Menurut Budirahardjo (1997:20-21), konflik dasar dari ketiga struktur kepribadian tersebut menciptakan energi psikis individu. Ketiga struktur kepribadian tersebut adalah id, ego, dan superego.

Selain struktur kepribadian, Freud juga menjelaskan tentang mekanisme pertahanan ego yang dilakukan guna mengantisipasi kecemasan yang ditimbulkan akibat id yang tidak terkontrol. Kemudian pengklasifikasian emosi berdasarkan gejala yang ada pada diri seseorang.

2.3.3.1. Struktur Kepribadian Sigmund Freud

Tingkah laku menurut Freud, merupakan hasil konflik dari ketiga struktur kepribadian. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian adalah faktor historis masa lampau dan faktor kontemporer, analoginya faktor bawaan dan faktor lingkungan dalam pembentukan kepribadian individu (Minderop, 2010:20). Penjelasan tentang ketiga struktur kepribadian yang diungkapkan oleh Sigmund Freud, sebagai berikut.

(1) Id

(35)

keinginan-keinginan yang direpresi. Jadi, id sebagai bawaan waktu lahir merupakan bahan dasar bagi pembentukan hidup psikis lebih lanjut.

(2) Ego

Ego adalah sistem kepribadian yang didominasi kesadaran yang terbentuk sebagai pengaruh individu pada dunia objek dari kenyataan dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan. Jadi, ego terbentuk pada struktur kepribadian individu sebagai hasil kontak dengan dunia luar. (3) Superego

Superego merupakan sistem kepribadian yang berisi nilai-nilai moral yang bersifat evaluatif (memberikan batasan baik dan buruk). Menurut Freud, superego merupakan internalisasi individu tentang nilai masyarakat karena pada bagian ini terdapat nilai moral yang memberikan batasan baik dan buruk. Dengan kata lain superego dianggap pula sebagai moral kepribadian.

Dalam penjabaran tentang struktur kepribadian diatas, dapat dipahami bahwa dalam diri manusia bisa merasakan suatu kecemasan. Seperti yang diungkapkan oleh Budirahardjo (1997:23), kecemasan adalah perasaan tidak menyenangkan yang sangat membahayakan self1. Bahaya itu mungkin disebabkan oleh dorongan id seseorang yang tidak terkontrol, atau sebaliknya, ketakutan seseorang terhadap hukuman suatu hati yang ditekankan oleh superego secara berlebihan. Freud mengkategorikan kecemasan menjadi tiga bagian, penjelasannya sebagai berikut.

1 Sebuah identitas yang bekaitan dengan pengembangan diri individu untuk membuat perbedaan

(36)

(1) Kecemasan neurotis (neuritic anxiety)

Kecemasan neurotis didefinisikan sebagai aprehensi (kekhawatiran) mengenai bahaya yang tidak diketahui. Perasaan seperti ini berada dalam ego namun, berakar dari implus-implus id. Seseorang dapat mengalami kecemasan neurotik karena kehadiran seorang guru, majikan, atau figur otoritas lain. Selama masa kanak-kanak perasaan-perasaan kebencian ini seringkali berpadu dengan rasa takut pada penghukuman, dan rasa takut ini menjadi lumrah dalam kecemasan neuritis alam bawah sadarnya.

(2) Kecemasan moralistis (moral anxiety)

Kecemasan moralistis berasal dari konflik antara ego dan superego. Setelah anak-anak membangun superego mereka bisa mengalami kecemasan sebagai akibat semakin meningkatnya konflik antara kebutuhan-kebutuhan realistik dan pendiktean superego mereka.

(3) Kecemasan realistis (reality anxiety)

Kecemasan realistis sangat dekat kaitannya dengan rasa takut. Perasaan yang tidak tentu yang tidak menyenangkan terhadap bahaya yang bisa saja terjadi. Namun kecemasan realistis ini berbeda dari rasa takut karena rasa takut tidak perlu melibatkan suatu objek spesifik yang menakutkan.

(37)

Sepanjang hidupnya, manusia akan selalu mengalami konflik kepribadian. Konflik terjadi karena adanya pertentangan keinginan, rasioanal, dan aturan sebagai pengendalinya. Seseorang yang memiliki ego lemah, maka ia akan mengalami konflik batin. Freud juga menjelaskan mekanisme pertahanan ego dalam menghadapi bahaya kecemasan yang diakibatkan oleh dorongan id manusia yang tidak terkontrol.

2.3.3.2. Mekanisme Pertahanan dan Rasa Bersalah

Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan mengacu pada proses alam bawah sadar seseorang yang mempertahankannya terhadap anxitas atau kecemasan, mekanisme ini melindunginya dari ancaman-ancaman eksternal atau adanya impuls-impuls yang timbul dari anxitas internal dengan mendistorsi realitas dengan berbagai cara (Hilgard, melalui Minderop 2013:29)

Dalam teori kepribadian, mekanisme pertahanan merupakan karakteristik yang cenderung kuat dalam diri setiap orang (Minderop, 2013:31). Mekanisme pertahanan ini dipergunakan untuk menghadapi bahaya kecemasan yang ditimbulkan oleh adanya tekanan superego yang berlebihan.

(38)

perthanan ini juga bisa menjadi penyelesaian masalah konflik yang dialami oleh seseorang, ketika tidak mampu menyesuaikan diri di lingkungan barunya.

Keinginan-keinginan yang saling bertentangan dari struktur kepribadian menimbulkan kecemasan. Hal ini menyebar dan mengakibatkan kondisi tidak nyaman ketika ego merasakan bahwa id dapat menyebabkan gangguan terhadap individu. Kecemasan mewaspadai ego untuk mengatasi konflik melalui mekanisme pertahana ego (Santock melalui Minderop, 2013:32). Pertahanan ego menurut Sigmund Freud dibagi menjadi beberapa hal yaitu :

(1) Represi, adalah mekanisme pertahanan ego yang paling kuat dan luas. Represi merupakan fondasi cara kerja semua mekanisme pertahanan ego. Tujuan dari semua mekanisme pertahanan ego adalah untuk menekan atau mendorong impuls-impuls yang mengancam agar keluar dari alam sadar (Minderop, 2013:33)

(2) Rasionalisasi, sebenarnya rasionalisasi memiliki dua tujuan : pertama, untuk mengurangi kekecewaan ketika gagal mencapai suatu tujuan; dan kedua, memberikan motif yang dapat diterima atas perilaku (Hilgard melalui Minderop, 2013:35). Rasionalisasi terjadi bila motif nyata dari perilaku individu tidak dapat diterima oleh ego. Motif nyata tersebut digantikan oleh semacam motif pengganti dengan tujuan pembenaran.

(39)

lebih condong ke arah agresi langsung. Yaitu, agresi diungkapkan secara langsung kepada seseorang atau objek yang merupakan sumber frustasi. Sedangkan apatis adalah bentuk lain dari reaksi terhadap frutasi, yaitu sikap apatis dengan cara menarik diri dan bersikap seakan-akan pasrah (Minderop, 2013:39)

Selain penjelasan tentang teori kejiwaan Sigmund Freud untuk menganalisis konflik batin, kemudian dijelaskan pula tentang kecemasan yang terjadi maka timbul pula mekanisme pertahanan untuk meredamnya agar dapat diterima oleh lingkungan sekitar. Freud juga mengemukakan tentang klasifikasi emosi dan membaginya menjadi tujuh hal, salah satunya adalah perasaan rasa bersalah. Rasa bersalah bisa disebabkan oleh adanya konflik antara eksperi impuls dan standar moral yang berlaku dalam masyarakat.

(40)

BAB III

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL NIJUUSHI NO HITOMI

Pada bab ini penulis akan menjabarkan karakterisasi tokoh utama dan tokoh tambahan yang ada pada novel Nijuushi no Hitomi, lalu dibahas mengenai konflik batin apa saja yang dialami oleh tokoh utama yaitu Oishi Sensei yang meliputi konflik batin Oishi Sensei dengan muridnya, konflik batin Oishi Sensei dengan warga desa teluk Seto, dan konflik batin Oishi Sensei dengan putranya Daikichi. Setelah mengetahui karakterisasi tokoh utama dan tokoh tambahan, dan konflik batin yang dialami oleh Oishi Sensei, juga dibahas kepribadian Oishi Sensei dan solusi yang dilakukan Oishi Sensei dalam mengahadapi konflik batin yang ia alami.

3.1 Karakterisasi Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan pada Novel Nijuushi no Hitomi

Pada penelitian ini, akan diteliti mengenai karakter tokoh yang ada pada novel Nijuushi no Hitomi, baik tokoh utama maupun tokoh bawahan yang keduanya mempunyai pengaruh pada jalannya cerita novel Nijuushi no Hitomi. Berikut ini akan dijelaskan tentang karakter tokoh-tokoh pada novel Nijuushi no Hitomi dengan metode telling dan showing :

3.1.1. Tokoh Utama

(41)

karena tokoh Oishi Sensei adalah tokoh yang sering muncul dari awal cerita hingga akhir cerita, entah itu digambarkan oleh pengarang ataupun disebut oleh tokoh lainnya dan memiliki pengaruh penting dalam jalannya cerita. Berikut akan dijelaskan tentang karakter tokoh Oishi Sensei dengan metode telling dan showing :

1. Ramah

Oishi Sensei terkenal ramah, hal ini terbukti saat ia datang di desa teluk untuk pertama kali dengan menggunakan sepeda. Oishi Sensei menyapa murid dan juga penjaga toko yang ia temui di jalan, walaupun ia belum kenal sebelumnya. Hal ini terdapat pada narasi dan kutipan berikut :

見通 曲 角 近 い自転 mezurashii jitenshaa ga mietanoda. Jitensha ha sutto tori no youni chikazuite kitato omouto, youfuku wo kita onna ga, minna no hou he nikotto waraikake (ohayou!) to, kaze no youni ikisugita.

(42)

Zoukin baketsu motte dete kita toki, mukou kara satto jitensha ga hashitte kita no da. Oyatto omou mamonaku. (ohayou gozaimasu) aisoyaku atama wo sagete toori sugita onna ga aru. (ohayou gozaimasu henji wo shitatotan ni, hatto ki ga tsutaga.

Tapi persis ketika ia keluar dengan membawa ember, sebuah sepeda meluncur lewat. Sebelum dia sadar apa yang terjadi, perempuan pengendara sepeda itu sudah melaju sambil membungkuk ramah dan menyapa “Selamat pagi!”. “Selamat pagi” sahut si pemilik toko, lalu tiba-tiba dia menyadari siapa yang menyapanya.

Dari penggalan dialog diatas diatas terlihat jelas bahwa Oishi Sensei ramah kepada siapapun, walaupun dengan orang baru dan belum ia kenal, Oishi Sensei tetap menyapa dengan ramah.

2. Kebarat-baratan

Oishi Sensei dianggap terlalu modern dan kebarat-baratan bahkan seperti anak laki-laki oleh si pemilik toko dan juga istri tukang kayu karena ia memakai kemeja dan juga mengendarai sepeda ke sekolah. Hal ini terdapat dalam

Okami-san : chotto, chotto, ima youfuku kita onna ni notte toottano, are ga onago sensei kai no ?

Daiku-san : shiroi syatsu kite, otoko mitayouna kuru no uwagi kitto takai no.

Okami-san : un, soujya.

(43)

Okami-san : hon ni seimo kwattanou. Onago sensei ga jitensha ni noru. Otenba to iware senkai no.

Si pemilik toko : Dengar, dengar ! Tadi ada gadis berpakaian Barat baru saja lewat, naik sepeda! Menurutmu itu si Ibu Guru, bukan ?

Istri tukang kayu : Apa dia memakai kemeja putih dan jas hitam, seperti laki-laki ?

Si pemilik toko : Ya

Istri tukang kayu : Astaga ! Naik sepeda katamu ?

Si pemilik toko : Dunia benar-benar sudah berubah. Guru

perempuan naik sepeda ! Bisa-bisa dia dianggap kelewat modern.

Dari kutipan diatas terlihat bahwa warga desa tidak suka dengan penampilan Oishi Sensei yang dianggap terlalu modern. Dimana pada zaman itu warga desa masih menggunakan kimono model kuno dan sendal jerami yang mereka buat sendiri, penampilan Oishi Sensei pasti sangatlah aneh bagi warga desa.

3. Suka Menolong

Pada suatu hari orang-orang di desa teluk Seto memperbaiki atap rumah mereka dan menyingkirkan bebatuan di jalan dikarenakan ada badai angin laut yang cukup besar. Melihat kejadian tersebut Oishi Sensei mengajak anak-anak muridnya untuk membantu menyingkirkan bebatuan dari jalanan. Hal ini terdapat pada kutipan berikut :

(44)

Oishi Sensei : ne, minna de, kore kara dourou no jyari souji wo syouka.

Kodomotachi : un, un. Oishi Sensei : syou, syouo.

Kodomotachi wa ooyorokobi de, kumo no ko ga chiru youni kakedashita.

Oishi Sensei : Bagaimana kalau kita semua menyingkirkan batu- batu di jalan ?

Anak-anak : Bagus ! Oishi Sensei : Ayo !

Seketika anak-anak itu berlarian kesana kemari dengan gembira.

4. Suka Mengeluh

Oishi Sensei pada saat perjalanan menuju sekolah menggunakan sepeda ia dijahili oleh beberapa muridnya. Mereka berkata bahwa ibu guru seharusnya tidak boleh terlambat karena gajinya akan dipotong. Bahkan ada beberapa anak yang berani berbuat nakal ketika ia lewat di jalur setapak. Mendapat perlakuan seperti itu dari murid-muridnya, Oishi Sensei mengeluh pada ibunya setelah sampai di rumah. Hal ini terdapat pada kutipan berikut :

石先生 子 月給

Oishi Sensei : kodomo no kuseni, gekkyu hikuzoo datte. Kanjyou dakai no yo. Iyannaru.

Okaasan wa warai nagara,

Okaasan : sonna koto, omae, ki ni suru baka ga aruka ina. Demomaa, ichi nen no shinbou jya. Shinbou, shinbou. Oishi Sensei : Bayangkan saja, anak-anak sekecil itu

(45)

Ibu Oishi Sensei tersenyum dan berkata,

Ibu : Sudahlah. Hal seperti itu tidak usah diambil hati. Toh cuma untuk setahun. Sabar, sabar.

Dari kutipan dialog diatas terlihat bahwa Oishi Sensei suka mengeluh karena kelakuan murid-muridnya. Beruntung ia memiliki ibu yang selalu sayang dan menenangkan hatinya.

5. Tidak sabaran

Pada suatu hari ibu Oishi Sensei membantu putrinya mengeluarkan sepeda sembari menyemangati Oishi Sensei agar terus bersabar mengajar di sekolahnya, pada semester kedua setelah libur panjang. Namun Oishi Sensei menjawab dengan ketus perkataan ibunya, seperti terdapat pada kutipan berikut : Oishi Sensei : a-a. Shinbou, shinbouka.

Hara de motatete iru you ni, satto jitensha wo to bashita.

Ibu : Nah, empat bulan sudah berlalu. Sabarlah, sabar, toh cuma sebentar lagi.

Mrs. Oishi : Ah-sabar, sabar melulu. Sebal !

(46)

6. Baik hati dan teladan

Ketika Oishi Sensei mendapat musibah kakinya patah dan tidak lagi bisa mengajar selama berbulan-bulan. Hal ini membuatnya sedih dan dengan berat hati harus berhenti mengajar dan posisinya digantikan oleh guru baru. Ia pun datang ke sekolah menemui murid-muridnya untuk berpamitan, seperti terdapat pada kutipan berikut :

Oishi Sensei : kyou wa, dakara owakare ni kita no. Kyou nara, iin. Kodomotachi : ... (minna damatteita)

Oishi Sensei : betsu no onago sensei ga, sugi kimasu kara ne, mina, yoku benkyoushite ne. Sensei, tottemo misaki wo sukinanda kedo, kono ashi jya ashi kata ga nai desyo. Mata, yokunattara, kuruwane.

(47)

menangis satu sama lain tidak ingin Oishi Sensei berhenti mengajar. Oleh sebab itulah anak-anak sangat sayang kepada Oishi Sensei dan membuat Oishi Sensei menjadi guru yang baik dan teladan, dicintai oleh murid-muridnya.

7. Mudah bersedih

(48)

Kodomotachi : sensei ga, naki yoru. Yoro zuya no baayan ga, naka shitando.

Mrs. Oishi : Kita sudahi saja sekarang. Semua ini salahku. Bagaimana kalau kita menyanyi di pantai ? Dia membalik badan dan mengajak pergi anak-anak itu. Anak-anak yang kecil sangat perhatian dan melihat butir-butir air mata yang menetes dari mata Ibu Guru, walaupun bibirnya tersenyum. Anak-anak : Dia menangis. Perempuan tua itu membuatnya

menangis.

Dari kutipan diatas terlihat jelas bahwa Oishi Sensei memiliki perasaan yang mudah sedih dan mudah tersentuh.

3.1.2. Tokoh Tambahan

Tokoh tambahan pada novel Nijuushi no Hitomi adalah tokoh ibu Oishi Sensei, putra sulung Oishi Sensei, dan keduabelas murid Oishi Sensei. Tokoh-tokoh tersebut tidak begitu sering muncul dalam cerita, namun kehadiran tokoh tambahan ikut mempengaruhi jalannya cerita dan juga mempengaruhi konflik yang dialami tokoh utama. Dalam novel Nijuushi no Hitomi ada beberapa tokoh tambahan yang mempengaruhi jalannya cerita,berikut akan dibahas karakter dari beberapa tokoh tambahan dalam novel Nijuushi no Hitomi berdasarkan metode telling dan showing :

a) Orangtua Oishi Sensei (Ibu) 1. Baik hati dan penyayang

(49)

Sensei kembali ke desa teluk Seto karena orang-orang desa yang bersikap tidak baik pada putrinya. Hal ini terdapat pada kutipan berikut :

男先生 大石先生い い う bakal membolehkan dia datang ke desa kalian lagi. O r a n g - orang desa di sana jahat sekali’ Dari kutipan diatas terlihat bahwa bapak guru tahu betapa sayangnya ibu Oishi Sensei kepada putri semata wayangnya.

b) Kotoe Katagiri

Kotoe Katagiri adalah murid Oishi Sensei. Ia merupakan anak perempuan seorang nelayan. Kotoe adalah anak yang rajin namun ia sangat menyesal dilahirkan sebagai anak perempuan karena ia harus mengurus adik-adiknya di usianya yang masih sangat kecil. Seperti yang terdaat pada kutipan berkut ini :

私 女 生 残念 私 男 子 い 父

い 私 男 子 い 漁 い

(50)

私 わ 冬 寒い日 沖 い

私 大 孝行 い 思 い

十四 瞳

Watashi wa onna ni umarete zannen desu. Watashi wa otoko no ko de nai no de, otousan wa itsumo kuyamimasu. Watashi ga otoko no ko de nai no de, ryou ni tsuite ikemasen kara, okaasan ga kawari ni ikimasu. Dakara okaasan wa, watashi no kawari ni fuyu no samui hi mo oki ni hataraki ni imasu. Watashi wa ooki kunattara okaasan ni koukou tsuku shitai to omotte imasu.

Aku menyesal dilahirkan sebagai anak perempuan. Ayahku selalu mengeluh, kenapa aku bukan anak laki-laki. Gara-gara aku bukan anak lelaki, aku tidak bisa ikut menangkap ikan bersama ayahku; jadi, ibuku yang pergi dengannya. Ibu menggantikan aku melaut, untuk bekerja, pada hari-hari musim dingin yang menggigilkan, dan pada hari-hari musim panas yang terik. Kalau sudah besar nanti, aku akan melakukan apa pun sebisaku untuk ibu.

c) Fujiko Kinoshita

Fujiko Kinoshita adalah murid Oishi Sensei. Ia merupakan anak perempuan yang pendiam dan keturunan bangsawan. Karakter tokoh diceritakan oleh penulis melalui kutipan narasi berikut ini :

い 口 手 え い う 見え

院 う 冷 い一重 目 無口

彼女 対面 保 い う 十四

Itsumo sozo guchi ni te wo hikkomete, furuete iru youni mieta. In ni komotta you na tsumetai hitoe mabuta no me to, mukuchisa dake ga, karaojite kanojyo no taimen wo tamotte demo iru you da.

Dia selalu kelihatan menggigil, kedua tangannya dimasukkan ke balik lengan baju, sikapnya yang penuh harga diri nyaris tak kelihatan dibalik tatapan matanya yang dingin dan muram, serta sifatnya yang tidak banyak bicara.

(51)

d) Tadashi (Tanko) Morioka

Tadashi adalah murid laki-laki Oishi Sensei. Tanko, begitu panggilannya merupakan anak seorang ketua nelayan. Ia saat ditanya oleh Oishi Sensei jika sudah lulus nanti ia ingin menjadi apa, Tanko pun menjawab ia bercita-cita ingin menjadi tentara dan nelayan, seperti yang terdapat pada kutipan dialog berikut :

: 高 等 科 卒 業 兵 隊 い seorang pedagang beras. Takeichi bercita-cita menjadi tentara, seperti terdapat pada kutipan dialog berikut :

(52)

f) Nita Aizawa

Nita adalah murid laki-laki Oishi Sensei ia memiliki suara yang lantang dan orang yang cerewet. Pada saat hari pertama masuk sekolah, Oishi Sensei mengecek daftar absensi dengan memanggil nama muridnya satu persatu, namun Nita selalu menyahut perkataan gurunya tersebut, hal ini membuat Oishi Sensei sedikit terganggu dan menegur Nita dikelas, seperti terdapat pada kutipan berikut :

石先生 相沢仁 少 い 声 大

わ 人

返 十四 瞳

Oishi Sensei : Aizawa Nita kun wa, sukoshi osekkai ne. Koe mo ooki sugiruwa. Kondo wa, yobareta hito ga, chanto henji shite ne.

Oishi Sensei : Kau agak terlalu banyak ikut campur urusan orang lain, Master Nita Aizawa. Suaramu juga terlalu lantang. Mulai sekarang, kalau aku memanggil nama anak lain, aku ingin dia menjawabnya sendiri. g) Kotsuru Kabe

Kotsuru Kabe adalah anak perempuan seorang pengantar barang. Ia adalah gadis yang banyak bicara. Kotsuru bercita-cita menjadi seorang bidan. Ia ditegur oleh Oishi Sensei saat beberapa murid tidak masuk sekolah dan ia dengan panjang lebar menceritakan kenapa teman-temannya tidak masuk sekolah. Seperti terdapat pada kutipan berikut :

石先生 小 あ い

(53)

先生 いい

Oishi Sensei : Kotsuru, sepertinya kau agak terlalu cerewet, ya ? Kau ingin menjadi bidan, bukan ? Bidan yang baik tidak boleh terlalu banyak membicarakan orang. Ini pesan terakhirku untukmu. Jadilah bidan yang baik, ya ?

Kotsuru : Saya mengerti. Terima kasih.

Kutipan kalimat diatas menunjukkan bahwa Oishi Sensei terganggu dengan Kotsuru yang begitu cerewet.

h) Sanae Yamaishi

Sanae Yamaishi adalah anak perempuan yang pemalu namun cerdas. Sanae bercita-cita ingin menjadi guru atau pendidik. Seperti terdapat pada kutipan dialog Oishi Sensei berikut :

石先生 苗 いい先生 苗

Oishi Sensei : Dan Sanae kuharap kau akan menjadi guru yang baik. Menurutku sebaiknya kau belajar untuk lebih banyak bicara. Itu pesan terakhirku untukmu.

(54)

i) Matsue (Matchan) Kawamoto

Matsue adalah anak perempuan seorang tukang kayu. Dia mengurus adik-adiknya seorang diri ketika ayahnya pergi bekerja, semenjak ibunya meninggal dunia. Dan pada akhirnya ia hidup di lingkungan yang asing. Hal itu terdapat pada cuplikan narasi berikut :

松江 今 一種 思

い 松江 あ 十四 瞳

Matsue no tame ni yorokobi nagara, ima demo itshuu no modokashisa de omoi da sareru matsue de atta.

Kematian ibunya telah melemparkan gadis itu ke dalam lingkungan yang asing dan tak bisa ditebak.

Dari kutipan narasi diatas terlihat bahwa Matchan adalah anak yang berbakti kepada kedua orangtuanya dan mengerti kesusahan hidup keluarga semenjak sang ibu meninggal dunia.

j) Misako (Miisan) Nishiguchi

Misako adalah anak peremuan dari keluarga kaya. Ia tidak terlalu pandai dikelasnya. Ia kesulitan dalam pelajaran dasar-dasar aritmatika. Seperti terdapat pada kutipan berikut :

私 数 頭 い う 県立

試験 い う 日 わ 病気 十四 瞳

Misako : watashina, suuji mita dake de atama ga itou narunde. Kenritsu no shiken ya koi, dare ga ukeriya. Sono hi ni

(55)

Misako : Kepalaku langsung pening begitu melihat angka-angka. Mana mungkin aku bisa ikut ujian ? Lihat saja nanti, begitu hari ujian tiba, aku pasti sakit.

k) Isokichi (Sonki) Okada

Isokichi adalah anak laki-laki seorang penjual tahu. Diantara teman-temannya yang menjadi tentara perang, hanya Sonki yang selamat. Meskipun ia kehilangan penglihatannya karena perang. Seperti terdapat pada narasi berikut :

Isokichi ga shitsumei shite jyoutai ni natta to Sanae kara kikasareta toki, Sanae to isshouni ko wo agete nai ta sensei de atta ga, ano toki no kanashimi wa ima mo kokoro no soko ni shizu motte iru. Sanae ga mimai ni iku to, Isokichi wa gantai wo shita kao wo hizani tsuku hodou tsumuki konde, issho shinda houga yokatta tosho gekitte ita to iu.

Oishi Sensei ingat betapa dulu dia menangis bersama Sanae, ketika Sanae menceritakan bahwa Isokichi telah dibebastugaskan dari ketentaraan karena kehilangan penglihatannya. Kesedihan yang dirasakannya hari itu masih bercokol jauh di dalam hatinya. Sanae, yang pernah menjenguk Isokichi, mengatakan bahwa Isokichi menundukkan kepala begitu dalam, sampai hampir menyentuh lututnya, sambil berkata dengan lirih bahwa dia lebih baik mati saja.

l) Masuno Kagawa

(56)

小 あ 父 対 女学校い iwarete. Machan ya ke okoshite, gohan mo tabezu ni taki yoru.

Kotsuru : Nenek dan ayah Masuno sangat keberatan dia meneruskan ke sekolah lanjutan, jadi akhirnya dia menyerah. Kata mereka, tidak apa-apa kalau anak pemilik restoran menjadi pemain samisen, tapi mereka tidak mau menjadi penyanyi konser. Masuno menangis habis-habisan, bahkan sampai mogok makan segala.

m) Kichiji (Kitchin) Tokuda

Kichiji adalah anak laki-laki pendiam. Ia bersama teman-temannya yang lain juga ikut menjadi tentara perang, dan kabar baiknya ia bisa pulang dengan selamat. Walaupun Kitchin anak yang pendiam, tetapi ia anak yang baik. Hal tersebut ia tunjukkan saat acara penyambutan Oishi Sensei dan juga sekaligus reuni murid-muridnya setelah tujuh tahun tidak bertemu dengan Oishi Sensei. Seperti terdapat pada kutipan berikut :

次 い う わ 食い わ え

マ う

石先生 ええ い キ チン え 魚

十四 瞳

(57)

Oishi Sensei : ee jya nai ka Kitchin, omae, sakana motte kuremon.

Kitchiji : Saya jadi ingat, ini nasi dari saya. Ujarnya seraya menyodorkannya kepada Masuno.

Oishi Sensei : Kau tidak perlu repot-repot, Kitchin. Kau kan sudah membawakan ikan untuk kami.

Dari kutipan dialog diatas terlihat bahwa Kitchiji sangat baik karena ikut menyumbangkan nasi pada saat acara penyambutan Oishi Sensei.

n) Daikichi

Daikichi adalah putra sulung Oishi Sensei. Ia sangat ingin sekali menjadi tentara dan mati ‘terhormat’ di medan perang. Namun hal itu sangat

ditentang oleh ibunya. Semenjak kematian nenek, ayah, dan juga Yatsu adik perempuannya.

(58)

教え子?

石先生 う 十四 瞳

Oishi Sensei : umaina, roosuno. Yappari umibe no ko jyana. Itsu no ma ni obaetan.

Daikichi : hitori de, obaerumon. Roku nensei nara, dare jatte oseru.

Oishi Sensei : souka ne. Okaasan mo obaeyo kana. Daikichi : sonna koto, boku ga okutte ageru.

Oishi Sensei : sou sou, Moriokadashi to iu ko ga itena. Ichi nensei na no ni, okaasan wo fune de okutte agerutte itta Daikichi : Aku bisa dengan sendirinya. Anak kelas enam mana

pun pasti bisa.

Oishi Sensei : O ya ? Mungkin sebaiknya Ibu juga belajar mendayung ?

Daikichi : Tidak. Aku saja yang mengantar ibu. Oishi Sensei : Ibu jadi ingat. Dulu ada seorang anak lelaki

bernama Tadashi Morioka. Waktu masih kelas satu, dia menawarkan untuk mengantar Ibu. Sudah lama sekali... tapi dia tewas di medan perang.

Daikichi : Oh! Dulu dia murid ibu ? Oishi Sensei : Ya.

3.2. Konflik Batin yang dialami Oishi Sensei

a. Konflik Batin Oishi Sensei dengan Muridnya yang meliputi Id, Ego, dan Superego

(59)

Id berisikan dorongan-dorongan primitif, dorongan primitif yaitu dorongan yang belum dibentuk atau dipengaruhi oleh kebudayaan. Dorongan primitif tokoh Oishi Sensei terlihat ketika ia setiap pagi selalu bersemangat mengayuh sepedanya menempuh jarak 8 km menuju sekolah, melewati jalan berliku untuk sampai ke sekolah dan mengajar murid-muridnya. Dorongan primitif yang didorong oleh id dalam bentuk harapan dan kesenangan bahwa ia akan mengajar keduabelas murid kesayangannya itu dengan baik dan penuh semangat.

Id menunjukkan keterkaitannya antara guru dengan murid. Ketika lambat laun murid dan warga desa menerima baik dirinya maka dari situ sudah tercapai superegonya, dimana apa yang ia inginkan untuk diterima didalam lingkungan barunya sudah terpenuhi.

Id atau dorongan batin Oishi Sensei muncul lagi ketika beberapa tahun setelah ia mengajar di desa teluk, saat perang melanda Jepang, setengah dari muridnya ingin mendaftar menjadi tentara perang. Seperti terdapat pada kutipan dibawah ini :

う 軍人 い ?

十四 瞳

“Doushitesonna, gunjin ni naritaino?”

“Kenapa kau ingin sekali menjadi tentara perang ?” (Dua Belas Pasang Mata : 177)

Oishi Sensei bertanya pada Tadashi. Tadashi menjawab terus terang.

あ い 漁師 士

官 う え い

ー 竹一 ?

あ 軍人 う 米

(60)

“Boku, atotorijyanaimon. Sore ni ryoshi yori yoppodo kashikan no hougaeimon”

“Fu-n. Takeichi san wa ?”

“Boku wa atotorijyakendo, bokujyatte gunjin no houga komeya yorieimon”

“Sebab saya bukan pewaris. Selain itu jah lebih baik menjadi N.C.O daripada menjadi nelayan”

“Hmm.. Dan kau, Takeichi ?

“Saya pewaris, tapi saya lebih suka masuk tentara daripada menjadi pedagang beras”

Dari dialog percakapan diatas terlihat bahwa adanya id atau dorongan dari muridnya untuk ikut menjadi tentara perang. Namun id Oishi Sensei berusaha untuk melarang, dan ego nya pun muncul saat ia coba menanamkan sudut pandang baru kepada murid lelakinya.

う う 考え い 十四 瞳

“Souo, soukana. Ma, yoku kangae nasaine”

“Oh, begitu. Tapi Ibu heran. Pokoknya, sebaiknya kalian pikir-pikir dulu”

(61)

banyak lencana di pagar maka semakin merasa thormatlah kluarga tersebut. Oishi Sensei tidak dapat berbuat apa-apa lagi, ia memandangi kedua anak itu dan berkata :

Tadashi rupanya merasa, dan bertanya,

“Un, ryoushi ya kome ya no houga suki” “He-n. Doushite ?”

“Shinu no. Ojyaimon” “Yowamushijyanaa” “Sou, yowamushi”

“Ibu Guru tidak menyukai tentara?”

“Tidak, aku lebih suka nelayan dan pedagang beras” “O ya ? Kenapa ?

“Kau tahu, kau masih terlalu muda untuk mati.” “Wah pengecut sekali!”

“Ya, seperti itulah aku.”

(62)

kartu pos, berikut sedikit hadiah perpisahan. Oishi Sensei pun berpesan kepada mereka, seperti kutipan dialog dibawah ini :

名誉 戦死 生

十四 瞳

Karada wo, daijinishitene”

“Meiyo no senshi nado, shinasan na. Ikidemo dottekuurunoyo” “Jaga diri kalian baik-baik”

“Jangan ‘mati terhormat’, pulanglah dengan selamat”

Mendengar ini, para pemuda itu terdiam dan Isokichi sampai mencucurkan air mata, Takeichi memalingkan muka sambil membungkuk, Kichiji menunduk dengan membisu, Tadashi mengangguk sambil tersenyum sedih. Hanya Nita yang menjawab:

先生 い う 勝 十四

“Sensei daijyoubu, kattemo dottekuru”

“Baik Ms. Oishi. Saya akan pulang dengan penuh kemenangan”

Namun apakah Nita benar-benar kembali dengan selamat ? Singkatnya, lebih dari setengah tahan berlalu tanpa kabar secuil pun dari para pemuda itu. Kabar tentang pertempuran di Midway membuat orang-orang desa di pantai cemas sekaligus pasrah. Sejumlah ibu diam-diam sering pergi ke kuil-kuil untuk berdoa bagi putra-putra mereka.

(63)

membuat orang-orang termasuk Oishi Sensei tersenyum, seandainya yang datang bukan berita kematian. Seperti curhatan hati Oishi Sensei berikut ini :

仁 い あ 愛 大声 あ い

う 十四 瞳

“Nita wa ima, doko de ano ai subeki oogoe wo agete iru no darouka”

“Di mana Nita berbicara sekarang, dengan suaranya yang lantang namun menimbulkan rasa sayang itu ?”

Begitulah ucap Oishi Sensei yang bertanya-tanya sekaligus rindu akan sosok Nita, murid yang selalu ceria dan membuatnya selalu tersenyum. Pada saat itu Oishi Sensei hanya bisa pasrah, andai saja ia bisa melarang murid lelakinya itu tidak berangkat ke medan perang, namun apa daya id dan ego nya kalah dengan superego yang menjurus pada nilai moral dan kebiasaan adat lingkungan sekitarnya.

b. Konflik Batin Oishi Sensei dengan Warga Desa Teluk Seto yang Meliputi Id, Ego, dan Superego

(64)

menertawai musibah badai yang dialami warga desa teluk. Oishi Sensei pun diusir dan tidak diperbolehkan lagi membantu warga. Seperti kutipan berikut:

いいえ 人 災難 笑う い

“iie,sonnara nande hito no sainan wo warautandesu. Oteikini, michi soujina doushite moraimasumai. Tonikaku, watashi no uchi no mae hotsu to ite moraimasu. Nanjya jibun no jitensha ga hashire kara yatte runjyanaika, ahokusai. Sonnara, jibun dake de yariyaa yoi…” “Sudahlah. Kalau begitu, kenapa kau menertawakan nasib malang orang-orang lain ? tidak usah membersihkan jalan kalau cuma untuk mencari muka ! Pokoknya, biarkan saja jalanan di depan rumahku apa adanya… Huh dia bersih-bersih supaya bisa mengendarai sepedanya. Dasar konyol !”

(65)

c. Konflik Batin Oishi Sensei dengan Anak Kandungnya Daikichi yang Meliputi Id, Ego, dan Superego

Daikichi yang waktu itu duduk di kelas lima, dipanggil ke sekolah untuk mendengarkan pengumuman dari Kaisar. Setelah mendengar pernyataan bahwa Jepang menyerah dan kalah terhadap sekutu dari Kaisar, anak itu pulang dengan lesu, kepalanya tertunduk sedikit, seolah-olah dialah yang bertanggung jawab atas kekalahan tersebut. Biasanya Daikichi selalu bersemangat kalau diajak makan, tetapi hari itu dia sama sekali tidak menatap ke meja.

戦 聞 ?

“Kiitayo. Demo, tonikaku sensou ga sunde yokatta jyanaino” “Maketemo”

(66)

“Ichiokugyousai de nakatta!” senshi shitanjyanaika. Moumou dotte konnoyo, Daikichi”

“Ibu sudah dengar. Tapi pokoknya perang sudah berakhir. Bukankah itu bagus ?”

“Walaupun kita kalah ?”

“Ya. Mulai sekarang, tidak akan ada lagi yang mati di medan perang. Orang-orang yang masih hidup akan pulang”

“Kita tidak bertahan pada semboyan ‘Mati dan tidak menyerah’.” “Tidak. Untungnya tidak.”

“Ibu tidak sedih walaupun kita kalah ?” “Tidak”

“Ibu Senang?” Daikichi bertanya dengan nada mencela

“Jangan konyol, Daikichi. Pikirkan dirimu sendiri. Ayah tewas terbunuh, bukan? Dia tidak akan pernah pulang, Daikichi”

Kemarahan yang terjadi pada diri Oishi Sensei tidak lain adalah dorongan dari id dan ego yang muncul tanpa mempertimbangan nilai-nilai moral dan kesedihan anaknya yang merasa malu dengan kekalahan Jepang di medan perang. Oishi Sensei juga kembali teringat pada kematian suaminya akibat dari perang. Dan secara tersirat ia juga tidak ingin kehilangan orang yang ia sayangi lagi. Oleh sebab dorongan dari id nya lah ia memarahi Daikichi yang merasa sedih atas kekalahan Jepang atas sekutu.

(67)

Sensei, ia mencoba memberi pengertian kepada Daikichi dengan harapan ia mengerti maksud baik dari kemarahannya tersebut. Seperti terdapat pada kutipan dialog dibawah ini :

“Naa Daikichi, okaasan wa yappari Daikichi wo tada no ninngen ni nattemoritaito omou. Meiyou no senshi nante, ikken ni hitori de takusan jyanaika. Shindara motomo ko mo ariyashinaimon. Okaasan ga issyoukenmei ni sodatte kita noni, Daikichi asonai senshi shitai no. Okaasan ga mainichi naki no namida dekurashite moeino ?”

“Dengar, Daikichi. Ibu ingin kau menjadi orang sipil. Satu keluarga kita sudah mati ‘terhormat’. Tidakkah itu cukup ? Kau tidak akan mendapatkan apa-apa kalau mati. Apa kau begitu ingin mati, padahal ibu sudah susah payah membesarkanmu. Apa kau tak peduli kalau ibu menghabiskan sisa hidup ibu dengan menangis?”

(68)

う 靖国 い

十四 瞳

“Soushitara okaasan, yasukuni no haha ni narenjyanaika” “Tapi kalau tidak begitu, ibu tidak akan dihormati sebagai ibu prajurit yang gugur”

Sepertinya Daikichi yakin sekali bahwa tewas di medan perang adalah cara terbaik untuk menunjukkan kesetiannya kepada orangtua, kaisar, dan tanah airnya. Maka antara ibu dan anak tak pernah seiya-sekata. Sesaat setelah Daikichi berkata seperti itu, ada dorongan ego dari dalam diri Oishi Sensei, emosinya memuncak dan kemarahannya tak dapat terbendung lagi. Hal itu seperti terdapat pada kutipan dibawah ini :

あああ うえ 靖国 い

妻 い 十四 瞳

“Aaa, kono ue mada yasukuni no haha ni shitaino, kono okaasan wo. Ha tsuma dake de takusan denaika”

“Astaga! Kau masih kepingin menjadikan aku ibu prajurit yang gugur di medan perang ? Aku sudah kehilangan suami. Apa itu belum cukup?!”

Referensi

Dokumen terkait

Terhadap PAT tanah, hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai jenis mulsa berpengaruh nyata terhadap pori air tersedia (Tabel 2).Data hasil

Prinsip tekanan pada gerak tubuh manusia muncul dalam gambar ilustrasi karya Onong Nugraha, misalnya pada sikap berdiri dari wanita berkebaya diimbangi dengan kaki kanan

Perubahan karakter Jumlah mutan Warna bunga 417 Bentuk bunga 31 Bentuk tanaman 25 Warna daun 13 Daun varigata 9 Tipe ornamen 9 Bentuk daun 7 Masak lebih awal 6 Tumbuh lebih cepat

Sekiranya dana yang dihantar oleh Klien tidak dipindahkan ke dalam akaun Klien dalam masa 5 (lima) hari perniagaan, Klien berhak meminta Syarikat menyiasat pemindahan

bahwa untuk menyikapi perkembangan dinamika kondisi faktual di tingkat Desa dalam rangka menjamin hak masyarakat untuk memperoleh kesempatan yang sama

Penduduk asli yang berprofesi sebagai petani kecil tidak terlalu tertarik untuk memperluas lahan seperti yang dilakukan oleh petani pendatang yang saat ini menjadi petani besar

Berbeda dengan nelayan kabupaten Cilacap, nelayan di PPSC biasa menggolongkan musim penangkapan menjadi tiga yaitu: musim puncak terjadi pada bulan Juli sampai dengan bulan

Kata kunci pada soal di atas adalah tanda koma yang terletak disebelah Noun „Taj Mahal‟ sesuai dengan rumusnya maka jawaban yang tepat adalah appositive, yang berfungsi